Taiwan – Diakhir tahun 2019, Bayaruddin., S.T.,M.T., M.Sc berhasil mewakili Institut Teknologi Kalimantan (ITK) sebagai partisipan dalam program Briding di Taiwan bersama 20 partisipan lainnya dari seluruh Universitas di Indonesia. Secara umum, program Bridging merupakan hubungan kemitraan formal antar dua lembaga yang memberikan peluang bagi siswa di lembaga tersebut untuk belajar atau mendapatkan pengalaman di lembaga lain. Biasanya, program Bridging diberikan kepada mahasiswa sarjana atau pascasarjana yang sedang belajar untuk melanjutkan kuliah. Bridging program adalah kelanjutan program PKBI atau Peningkatan Kompetensi Bahasa Inggris oleh Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (Ditjen Dikti) Kemenristekdikti yang dilakukan pada tahun 2018/2019. Dari program PKBI terpilih beberapa dosen dengan IELTS yang cukup tinggi agar dapat melakukan Bridging ke negara-negara tujuan, untuk partisipan dari jurusan teknik mayoritas akan dikirim ke Negara Taiwan.
Basyaruddin saat diwawancarai diruangannya menjelaskan “Sebenarnya dari ITK sendiri terpilih 3 dosen yang akan mengikuti program bridging ini namun kedua dosen lainnya berhalangan untuk mengikuti program ini sehingga sayalah perwakilan tunggal dari ITK untuk mengikuti program bridging di Taiwan. Untuk tahun ini, terpilih 20 orang dari seluruh Universitas Indonesia yang telah mengikuti program PKBI untuk pergi ke Taiwan, ada perwakilan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Universitas Lampung, Universitas Islam Riau dan universitas lainnya di Indonesia yang seluruh perwakilannya berhak memilih kampus tujuan untuk melaksankan program Bridging. Saya sendiri memilih National Taiwan University of Science and Technology (NTUST, Taiwan Tech)”.
NTUST merupakan salah satu dari 12 universitas terbaik dan salah satu dari 6 universitas teknologi paradigma di Taiwan yang telah dianugerahi dana hibah khusus dari Departemen Pendidikan pada tahun 2011-2017. Universitas ini menjadi pilihan oleh Basyaruddin karena sebelumnya beliau telah menjalankan S2 dikampus tersebut, “Program bridging ini menjadi kesempatan saya untuk dapat bernostalgia dikampus saya dahulu” terangnya.
Kegiatan dimulai dari tanggal 28 Oktober sampai dengan 26 Desember atau selama 8 minggu. Kegiatan yang dilakukan antara lain yang pertama ialah Professional Courses of Choice pada kegiatan ini Basyaruddin mengaku memilih professornya pada saat menjalan S2 dahulu yaitu professor Min-Yuan Cheng, beliau membantu penelitian yang sedang dilakukan oleh professor Min-Yuan Cheng dalam pengambilan data eksperimen. Pengujian dilakukan di laboratorium yang bernama NCREE (National Center for Research on Earthquake Engineering). Selama mengikuti kegiatan research ini, Basyaruddin merasa sangat terkesan dengan skala penelitian yang tentu saja jauh berbeda dengan penelitian yang telah penulis lakukan sebagai dosen di Indonesia. Peralatan, isntrumentasi serta management penelitian sangat detail dan terukur. Selain itu, seluruh personil bekerja sama agar penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan selesai pada waktunya. Dari kegiatan ini, pelajaran yang ia dapatkan adalah penelitian harus dikerjakan secara serius dan penuh tanggung jawab, serta kerjasama tim juga sangat berpengaruh atas kelancaran seluruh kegiatan penelitian ini. Selain itu ada kegiatan Chinese Courses atau kegiatan belajar bahasa mandarin dan Academic Writing yang merupakan kelas bagi partisipan untuk belajar membuat English paper yang baik. Selain kegiatan yang bertema akademik terdapat pula kegiatan non akademik bagi partisipan yaitu Field trip yang dilaksanakan satu bulan satu kali. Pada Field trip yang dilaksanakan partisipan berkesempatan untuk mengunjungi Wufenggi Waterfall, National Center for Traditional Art, Taiwan Tech Industry 4.0 Center, Graduate Institute of Digital Learning and Education dan beragam kunjungan menarik lainnya. “Kegiatan field trip ini tentu saja membuat kekaguman terhadap NTUST secara khususnya dan Taiwan secara umumnya bertambah. Pelajaran yang penulis dan peserta rasakan adalah betapa pentingnya merawat lingkungan serta menjaganya agar tetap indah untuk dinikmati. Di sisi lain, teknologi dan ekonomi suatu pemerintahan tetap harus dipertahankan untuk mengimbangi kehidupan modern saat ini dengan cara menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia” Ujar Basyaruddin.
Diakhir acara terdapat penghargaan bagi seluruh partisipan sebagai apresiasi telah berhasil mengikuti program Bridging. Salah satu benefit utama mengikuti program ini ialah kemenristekdikti membuka kesempatan kepada dosen terpilih untuk memilih kampus tujuannya dengan tujuan untuk direkomendasikan menjalani S3 dikampus tersebut bersama supervisor atau pembimbingnya, partisipan juga mendapatkan privilege atau prioritas jika ingin melanjutkan S3 dikampus tujuan. “Harapannya pada tahun 2020 ini lebih banyak dosen dari ITK yang telah mengikuti PKBI dapat berpartisipasi dalam program bridging ini dengan negara tujuan yang berbeda. Untuk saya pribadi, harapannya bisa mendapatkan Scholarship untuk melanjutkan studi ke National Taiwan University of Science and Technology (NTUST, Taiwan Tech)” terang Basyaruddin.
Humas|ZTN
Publikasi ulang dari Bayaruddin., S.T.,M.T., M.Sc Dosen Teknik Sipil yang Menjadi Perwakilan ITK dalam Program Bridging di Taiwan